Presiden
Joko Widodo mengumumkan sebuah gebrakan tidak biasa pada awal
pemerintahannya. Gebrakan yang disampaikan dalam pidato Pelantikan
Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024 di Gedung Nusantara
MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, 20 Oktober 2019, adalah deregulasi secara
besar-besaran melalui penerbitan omnibus law yang kemudian disebut juga
sebagai undang-undang sapu jagat.
"Segala
bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong,
harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua
undang-undang besar. Yang pertama, Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja.
Yang kedua, Undang-Undang Pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah). Masing-masing akan menjadi omnibus law, yaitu satu
undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa undang-undang, bahkan
puluhan undang-undang," tegas Kepala Negara.
"Puluhan
undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung
direvisi sekaligus. Puluhan undang-undang yang menghambat pengembangan
UMKM juga akan langsung direvisi sekaligus," sambungnya. Menindaklanjuti
itu, Pemerintah pun langsung bergerak cepat melakukan pembahasan
bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tiga bulan berselang, pada 22
Januari 2020, DPR melalui sidang paripurna telah mengesahkan 50
Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) Prioritas 2020, di mana empat di antaranya merupakan omnibus
law.
Kefarmasian,
RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas
Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Ibu Kota
Negara. Dari empat RUU omnibus law, Pemerintah menyebut telah
menyelesaikan dua draf RUU, yakni Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan.
Menurut
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, draf RUU
Cipta Lapangan Kerja akan segera diserahkan ke DPR pada akhir pekan
pertama Februari 2020. Sementara RUU Perpajakan, menurut Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati, telah diserahkan oleh pihaknya ke DPR.
Omnibus Law
Istilah
omnibus law sendiri mungkin masih terdengar asing bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia. Menurut Kamus Hukum Merriam-Webster, istilah
omnibus law berasal dari omnibus bill, yakni UU yang mencakup berbagai
isu atau topik, di mana kata "omnibus" berasal dari bahasa Latin yang
berarti "segalanya".
Sederhananya,
omnibus law adalah penyederhanaan sejumlah regulasi yang dinilai begitu
panjang, berbelit, dan tumpang tindih, menjadi satu regulasi untuk
mengatur semuanya. Bukan tanpa sebab Pemerintah memutuskan untuk
menerbitkan omnibus law. Sejak jauh hari, Presiden Joko Widodo sendiri
sering kali mengeluhkan banyaknya peraturan di Indonesia yang berimbas
pada terhambatnya investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, serta
berkembanganya UMKM.
"Ada
42.000 aturan, baik itu UU, PP (Peraturan Pemerintah), Perpres
(Peraturan Presiden), Keppres (Keputusan Presiden), Permen (peraturan
Menteri). Baik Pergub (Peraturan Gubernur), (Peraturan) Wali Kota,
(Peraturan) Bupati, 42.000, banyak tumpang tindih," ungkap Presiden
dalam penutupan Rembuk Nasional 2017 di Jakarta, 23 Oktober 2017.
Belum
lagi data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) per November 2019
menyebutkan bahwa ditemukan 190 kasus investasi terhambat akibat
sejumlah permasalahan, di mana nilai investasi tersebut mencapai Rp708
triliun dari 24 perusahaan. "Sebanyak 32,6% disebabkan masalah
perizinan, 17,3% masalah pengadaan lahan, dan 15,2% masalah regulasi,"
ungkap Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Dengan
demikian, setidaknya ada tiga manfaat dari penerbitan omnibus law,
yakni menghilangkan tumpang tindih antarperaturan perundang-undangan,
efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan, dan
menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan
perundang-undangan.
Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Kembali
ke dua RUU omnibus law yang drafnya sudah rampung. Pemerintah
mengungkapkan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja akan merevisi sebanyak 79
UU dan 1.244 pasal yang mencakup 11 klaster.'
Kesebelas
klaster tersebut antara lain penyederhanaan perizinan; persyaratan
investasi; ketenagakerjaan; kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan
UMKM; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi
pemerintahan; pengenaan sanksi; pengadaan lahan; investasi dan proyek
pemerintah; dan kawasan ekonomi.
Sementara
untuk RUU Perpajakan akan merevisi 7 UU dan 28 pasal yang mencakup 6
klaster, yakni pendanaan investasi, sistem teritori, subjek pajak orang
pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan iklim berusaha, dan fasilitas.
Dalam
penyusunannya, Pemerintah tidak bekerja sendiri. Kamar Dagang dan
Industri (KADIN) Indonesia digandeng Pemerintah untuk berpartisipasi
dalam penyusunan dan konsultasi publik omnibus law melalui pembentukan
Satuan Tugas (Satgas) Bersama yang dipimpin oleh Ketua Umum KADIN,
dengan anggota berasal dari unsur kementerian, lembaga, KADIN,
pemerintah daerah, serta akademisi.
Sehingga,
diharapkan dengan adanya omnibus law, khususnya Cipta Lapangan Kerja
dan Perpajakan, dapat meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan
atraktif, meningkatkan kepastian hukum dan mendorong minat warga negara
asing bekerja di Indonesia sehingga terjadi alih keahlian, mendorong
kepatuhan sukarela wajib pajak, dan menyelesaikan tumpang tindih
perundang-undangan di Indonesia.
"Itu
(omnibus law) diharapkan akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
Indonesia di atas 6 persen dalam kurun waktu 2020-2024," kata Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Sumber :
http://www.omnibusrakyat.com/2020/05/mengapa-perlu-omnibus-law.html