Omnibus Law Cipta Kerja Miliki Perspektif Equal Social Welfere
Omnibus Law jangan sampai disalah artikan hingga membuat aksi massa, kita harus tahu bahwa Omninbus Law Cipta Kerja memiliki perspektif equal social welfare alias kesetaraan kesejahteraan sosial. Omnibus Law ini maknanya adalah “untuk segalanya” terkait suatu produk regulasi perundangan.
Tujuan
pemerintah melakukan revolusi hukum tentang cipta kerja ini haruslah
dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan ekonomi dan menciptakan
pertumbuhan investasi secara masif.
Gubernur
Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai, Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan
membawa pengaruh positif kepada perkembangan ekonomi Indonesia.
Sebelumnya,
RUU Cipta Kerja merupakan usulan prioritas dari pemerintahan Joko
Widodo di periode kedua. Melalui omnibus law ini Jokowi ingin memangkas
dan menyederhanakan peraturan untuk menarik investasi asing.
Dalam
omnibus law pemerintah hendak menyelaraskan 1.244 pasal dari 79
undang-undang ke dalam RUU yang awalnya bernama Cipta Lapangan Kerja.
Sehingga tidak ada lagi tumpang tindih regulasi yang terkesan rumit.
Sementara
itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengatakan sejalan dengan pemerintah,
Kementerian ATR/BPN tengah ikut menyusun Undang-Undang Omnibus Law Cipta
Kerja.
Dirinya
mengungkapkan dengan adanya Omnibus Law Cipta Kerja, maka perekonomian
di dunia akan menjadi lebih cerah, selain itu tingkat pengangguran juga
akan berkurang, karena penanaman modal dari investor akan melahirkan
lapangan kerja baru.
Peneliti
dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta
menilai Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus law cipta kerja akan
membuka peluang investasi di sektor pertanian dan bisa berdampak positif
bagi petani. Felippa menjelaskan sesuai tujuannya RUU Cipta Kerja
menghapus peraturan-peraturan yang selama ini dinilai meemberatkan
masuknya investasi.
Menurut
Asian Development Bank, Investasi pertanian di Indonesia masih
kebanyakan berasal dari kelompok petani sendiri, sementara nilai
investasi swasta masih sangat rendah. Total investasi asing hanya 0,01
persen dari total investasi swasta yang dikucurkan untuk pertanian.
Menurutnya,
peraturan yang selama ini berlaku dinilai tidak ramah terhadap masuknya
investasi di sektor pertanian, salah satunya di subsektor hortikultura.
UU
Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura di Pasal 33 dinilai membatasi
penggunaan sarana hortikultura dari luar negeri dan mensyaratkan
keharusan untuk mengutamakan sarana yang mengandung komponen hasil
produksi dalam negeri.
Pasal
100 di undang-undang yang sama pun membatasi penanaman modal asing
hanya untuk usaha besar hortikultura dengan jumlah modal paling besar 30
persen. Penanam modal asing juga wajib menempatkan dana di bank dalam
negeri sebesar kepemilikan modalnya.
Persyaratan
dalam peraturan-peraturan ini tentunya membuat investor berpikir 2 kali
untuk masuk ke subsektor hortikultura Indonesia.
Selain
mengundang investor, RUU Cipta Kerja juga mempermudah perizinan usaha
yang sebelumnya harus melewati lapisan birokrasi yang berlipat-lipat,
dari meminta rekomendasi Menteri Pertanian dulu untuk kemudian meminta
izin menteri perdagangan.
Dengan Omnibus law cipta kerja, proses tersebut disederhanakan menjadi satu perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
Selain
memungkinkan masuknya investasi, masalah perbenihan juga dibahas dalam
RUU tersebut. Felippa menjelaskan selama ini distribusi benih sangatlah
dibatasi, sehingga petani seringkali kesusahan mengakses benih yang
bermutu.
Kita
tentu mengetahui bahwa regulasi di Indonesia memiliki berbagai atap dan
pintu, sekalipun untuk mendapatkan pelayanan di satu atap, tapi
ternyata masih ada beberapa pintu yang harus dilewati.
Sebelumnya,
pada pasal 63 dalam UU nomor 13 tahun 2010 tentang hortikultura
membatasi pemasukan benih hanya ketika benih tersebut tidak dapat
diproduksi dalam negeri atau jika kebutuhan dalam negeri belum tercukupi
dan itu harus melalui proses perizinan yang rumit.
Peraturan
yang terkesan berbelit itu lantas direvisi dalam RUU Cipta Kerja
sehingga proses pemasukan dan pengeluaran benih bisa semakin mudah.
Omnibus
law yang akan digulirkan oleh pemerintah bertujuan untuk
menyederhanakan regulasi dari berbagai peraturan yang banyak dan tumpang
tindih,
RUU
Omnibus Law Cipta Kerja, bisa dikatakan sebagai undang-undang yang
dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang berkaitan dengan regulasi,
utamanya regulasi tentang kesejahteraan buruh dan regulasi tentang
proses perizinan bagi investor atau penanam modal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar