Perkembangan perdagangan efek bersifat
sukuk dan utang memperluas cakupan efek yang bersifat utang dan sukuk
yang diperdagangkan di luar Bursa Efek, sehingga melalui Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan No. 8/POJK.04/2019 (“POJK No. 8/2019”),
Pemerintah berharap dapat meningkatkan transparansi pembentukan harga
dan likuiditas perdagangan efek yang bersifat utang dan sukuk dan
penyempurnaan pengaturan penyelenggara perdagangan surat utang negara.
Efek merupakan surat berharga yaitu
surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda
bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak
berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek. Transaksi Efek atas
Efek bersifat utang dan sukuk di Pasar Sekunder dapat dilakukan di Bursa
Efek atau di luar Bursa Efek. Transaksi tersebut apabila dilakukan di
luar Bursa Efek dapat dilakukan melalui negosiasi secara langsung
melalui Pihak atau melalui Penyelenggara Pasar Alternatif (PPA).
Pihak yang dimaksud dalam hal ini
adalah perusahaan, usaha bersama, orang perseorangan, asosiasi atau
kelompok yang terorganisasi. Sementara PPA adalah pihak yang
menyelenggarakan dan menyediakan sistem elektronik untuk mempertemukan
transaksi efek atas efek yang bersifat utang dan/atau sukuk antar
pengguna jasa secara terus – menerus di luar bursa efek. PPA wajib
berbentuk Perseroan Terbatas yang telah mendapatkan izin usaha sebagai
PPA dari OJK. PPA dapat melakukan jasa lain dengan terlebih dahulu
memperoleh persetujuan dari OJK serta wajib berdomisili dan melakukan
kegiatan operasional di wilayah Indonesia.
PPA hanya dapat memperdagangkan efek
yang bersifat utang dan sukuk yang telah dijual terlebih dahulu melalui
penawaran umum, efek bersifat utang dan sukuk lain yang ditetapkan oleh
OJK dan/atau Surat Berharga Negara. PPA dilarang menjadi pihak yang
melakukan transaksi secara langsung untuk kepentingan dirinya sendiri di
dalam sistem yang diselenggarakannya dan PPA dapat melarang pengguna
jasanya untuk melaksanakan transaksi atas efek bersifat utang dan sukuk
di luar PPA, kecuali di Bursa Efek.
Untuk mendirikan kegiatan usahanya di
Indonesia, PPA wajib memiliki modal disetor paling sedikit sebesar Rp.
100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) dan OJK dapat mewajibkan
pemegang saham PPA untuk meningkatkan permodalan PPA dengan
mempertimbangkan segala kondisi dan kebutuhan operasional PPA. Pemegang
saham Pengendali PPA wajib Badan Hukum Indonesia dan/atau WNI. PPA hanya
dapat dimiliki oleh Badan Hukum Indonesia, WNI dan/atau Badan Hukum
Asing yang telah memperoleh izin atau dibawah pengawasan Regulator Jasa
Keuangan di daerah asalnya. Ketentuan penyetoran modal yang dapat
dimiliki oleh Badan Hukum Asing baik secara langsung maupun tidak
langsung maksimal 20% (dua puluh persen). Pemegang saham PPA wajib
memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan yang ditetapkan
oleh OJK.
Dalam melangsungkan kegiatan usaha PPA
wajib memiliki sedikitnya 2 (dua) orang anggota Direksi yang wajib
berdomisili di Indonesia dan sedikitnya memiliki 2(dua) orang anggota
Dewan Komisaris. Calon Dewan Direksi dan Dewan Komisaris wajib
mendapatkan persetujuan dari OJK dengan lulus penilaian kemampuan dan
kepatuhan yang dilakukan oleh OJK sebelum diangkat oleh RUPS PPA.
Demikianlah informasi mengenai Ketentuan Penyelenggaraan Usaha Penyelenggara Pasar Alternatif (PPA) di Indonesia, semoga dapat bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar