A. JENIS HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPrS No.XX/MPRS/1966 jo TAP MPR No. V/MPR/1973 :
UUD 1945
TAP MPR
UU/PERPU
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden
Peraturan pelaksana lainnya yang meliputi Peraturan menteri, instruksi menteri dan lain-lain.
Jenis
dan hirarki Peraturan Perundang-Undangan sebelum dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, diatur dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000
tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia;
Undang-undang;
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
Peraturan Pemerintah;
Keputusan Presiden;
Peraturan Daerah.
Setelah
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, maka jenis dan hirarki
Peraturan Perundang-Undangan adalah sebagai berikut:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945;
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud diatas meliputi:
Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama Gubernur;
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;
Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat dengan itu, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.
Selain Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang telah disebutkan diatas, dan keberadaanya diakui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud diatas meliputi:
Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama Gubernur;
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;
Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat dengan itu, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.
Selain Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang telah disebutkan diatas, dan keberadaanya diakui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Selanjutnya
setelah berlakunya UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
PerUUan, hirarki diatas mengalami perubahan sebagai berikut ::
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945;
Ketetapan MPR (TAP MPR)
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah Provinsi, dan
Peraturan Daerah kabupaten/kota .
Penyebutan
jenis Peraturan Perundang-undangan di atas sekaligus merupakan hirarki
atau tata urutan Peraturan Perundang-undangan. Artinya, suatu Peraturan
Perundang-undangan selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi dan norma yang lebih tinggi
berlaku, bersumber dan berdasar pada Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi lagi, dan seterusnya sampai pada Peraturan
Perundang-undangan yang paling tinggi tingkatannya. Konsekuensinya,
setiap Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih stinggi.
B. URAIAN SINGKAT MENGENAI JENIS-JENIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
a. Undang-Undang Dasar 1945:
1. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
2. Berdasarkan Ketetapan MPR yang pernah ada yaitu Tap MPRS XX/MPRS/1966 tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan dan Tap MPRS No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 pada posisi yang paling tinggi, hal ini disebabkan karena Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan Negara.
3. Hal yang sama juga diterapkan ddalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dimana menempatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan jenis Peraturan Perundang-undangan yang tertinggi. Dengan demikian, materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertulisi bagi bangsa Indonesia.
b. Tap MPR:
Tap MPR ini merupakan putusan majelis yang yang mempunyai kekuatan
hukum mengikat ke luar dan ke dalam MPR. Dan memiliki arti penting di
bidang hukum. Bentuk Tap MPR ini pertama kali keluar pada 1960, yaitu
Ketetapan MPRS RI No.1/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik RI sebagai
GBHN. Berdasarkan Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 (lampiran) bentuk putusan
(peraturan) MPR ini memuat:
a. Garis-garis besar dalam bidang legislatif yang dilaksanakan dengan UU.
b. Garis-garis besar dalam bidang eksekutif yang dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
Hal ini juga berarti, Ketetapan MPR di satu pihak dapat dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
a. Garis-garis besar dalam bidang legislatif yang dilaksanakan dengan UU.
b. Garis-garis besar dalam bidang eksekutif yang dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
Hal ini juga berarti, Ketetapan MPR di satu pihak dapat dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
c. Undang-Undang:
Undang-Undang merupakan Peraturan Perundang-Undangan untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dan TAP MPR. Yang berwenang membuat Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden. Ada beberapa kriteria agar suatu masalah diatur dengan Undang-Undang, antara lain sebagai berikut :
Undang-Undang dibentuk atas perintah ketentuan Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-Undang dibentuk atas perintah Ketetapan MPR;
Undang-Undang dibentuk atas perintah ketentuan Undang-Undang terdahulu;
Undang-Undang dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah dan menambah Undang-Undang yang sudah ada;
Undang-Undang dibentuk karena berkaitan dengan hak asasi manusia;
Undang-Undang dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.
d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu):
Jenis Peraturan Perundang-undangan ini/PERPU setara undang-undang merupakan kewenangan Presiden karena pembentukannya tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, meskipun pada akhirnya harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan ditetapkan menjadi undang-undang. Kewenangan Presiden ini dilakukan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan:
Perpu harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
Dewan Perwakilan Rakyat dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan;
Jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, Perpu tersebut harus dicabut.
Dengan demikian, Perpu hanya dikeluarkan “dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.
Dalam praktik “hal ikhwal kegentingan yang memaksa” diartikan secara luas, tidak hanya terbatas pada keadaan yang mengandung suatu kegentingan atau ancaman, tetapi juga kebutuhan atau kepentingan yang dipandang mendesak.
Yang berwenang menentukan apakah suatu keadaan dapat dikategorikan sebagai “kegentingan yang memaksa” adalah Presiden.
Di samping itu, Perpu berlaku untuk jangka waktu terbatas, yaitu sampai dengan masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat berikutnya. Terhadap Perpu yang diajukan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat juga hanya dapat menyetujui atau menolak saja. Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa, misalnya; menyetujui Perpu tersebut dengan melakukan perubahan.
e. Peraturan Pemerintah:
Peraturan Pemerintah merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang.
Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah baru dapat dibentuk apabila sudah ada Undang-Undangnya. Ada beberapa karakteristik Peraturan Pemerintah, yaitu:
Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa ada Undang-Undang induknya.
Peraturan Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana, jika Undang-Undang induknya tidak mencantumkan sanksi pidana.
Peraturan Pemerintah tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan Undang-Undang induknya.
Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meskipun Undang-Undang yang bersangkutan tidak menyebutkan secara tegas, asal Peraturan Pemerintah tersebut untuk melaksanakan Undang-Undang.
Tidak ada Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 atau TAP MPR
f. Peraturan Presiden:
a. Peraturan Presiden merupakan Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Presiden berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Dasar 1945.
b. Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Presiden disebutnya adalah Keputusan Presiden, karena pada waktu itu Keputusan Presiden mempunyai dua sifat, yaitu Keputusan Presiden yang bersifat sebagai pengaturan (regelling) dan Keputusan Presiden yang bersifat menetapkan (beschikking).
c. Namun setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka Keputusan Presiden yang bersifat menetapkan disebutkan Keputusan Presiden, sedangkan Keputusan Presiden yang bersifat mengatur disebut Peraturan Presiden.
g. Peraturan Daerah:
1.Peraturan Daerah merupakan Peraturan Perundang-Undangan untuk melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.
2.Yang berwenang membuat Peraturan Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah.
3.Peraturan Daerah dibedakan antara Peraturan Daerah Provinsi, yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi dan Gubernur serta Peraturan Daerah Kabupaten /Kota, yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan Bupati /Walikota.
4.Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa Peraturan Daerah dapat merupakan pelaksanaan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi atau dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi, maka materi (substansi) Peraturan Daerah seyogyanya tidak bertentangan dengan dan berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi (tingkat pusat).
5.Sedangkan untuk Peraturan Daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi, maka substansi Peraturan Daerah tersebut tidak harus berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi (tingkat pusat), tetapi harus menyesuaikan pada kondisi otonomi (kemampuan) daerah masing-masing.
6.Peraturan Daerah adalah sebangun dengan Undang-Undang, karena itu tata cara pembentukannya pun identik seperti tata cara pembentukan Undang-Undang dengan penyesuaian-penyesuaian.
7.Salah satu perbedaan yang terdapat dalam Peraturan Daerah adalah adanya prosedur atau mekanisme pengesahan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi untuk materi (substansi) Peraturan Daerah tertentu, misalnya materi mengenai retribusi.
h. Peraturan Perundang-Undangan Lain:
Jenis Peraturan Perundang-Undangan lain sebagaimana yang disebutkan
di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan dalam Pasal 7 ayat (4) antara lain
peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala
Badan, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau
pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Lebih lanjut disebutkan bahwa “hirarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi.
Lebih lanjut disebutkan bahwa “hirarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi.
C. LEMBAGA PEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-undangan adalah lembaga yang diberi kekuasaan atau kewenangan untuk membentuk Peraturan Perundangundangan.
Sesuai dengan jenis Peraturan Perundang-undangan, Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-undangan terdiri dari:
1.Dewan Perwakilan Rakyat selaku Lembaga Pembentuk undang-undang.
2.Presiden selaku Lembaga Pembentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden.
3.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selaku Lembaga Pembentuk Perda.
4. Kepala Daerah selaku lembaga pembentuk Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati dan Peraturan Walikota.
5. Majelis Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Konstitusi, Gubernur Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga dan Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati, Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Berikut penjelasan lembaga-lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan diatas yaitu :
a. Lembaga pembentuk undang-undang:
Kekuasaan lembaga pembentuk UU diatur dalam UUD RI 45 dan UU No. 10 tahun 2004 pasal 1 ayat 3.
Sebelum amandemen UUD 45 kekuasaan membentuk UU dirumuskan dalam pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 serta pasal 21 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 5 ayat 1 “Presiden memegang kekuasaan membentuk UU dgn persetujuan DPR”
Pasal 20 ayat 1 “Tiap-tiap UU menghendaki persetujuan DPR”
Pasal 21 ayat 1 “Anggota-anggota DPR berhak memajukan rancangan UU”
Berdasarkan hal diatas presiden mempunyai kekuasaan membuat UU asal DPR menyetujuinya. Sedangkan anggota DPR dapat memajukan RUU.
Kalau kita menganut prinsip negara hukum yaitu Trias Politica nampaklah jelas bahwa kekuasaan membuat UU ada ditangan legislatif (DPR) bukan ditangan eksekutif (Presiden).
Dengan demikian jelas UUD 45 pra amandemen yg memberi wewenang membentuk UU kepada Presiden tidak tepat dan menurut saya justru bertentangan dgn prinsip negara hukum dalam rangka menghindari terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Setelah UUD 1945 di amandemen menjadi UUD Negara RI 1945 maka pasal 5, 20, 21 dihapuskan sebagai berikut :
Pasal 5 “Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR”
Pasal 20 berbunyi :
1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk UU.
2) Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
3) Jika RUU itu tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
4) Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU.
5) Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
Pasal 21 (1) “Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU.
Pasal 22 D “DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yg berkaiatan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Berdasarkan pasal-pasal diatas, maka jelas dulunya kekuasaan membentuk UU ada ditangan Presiden sekarang beralih kekuasaan ada ditangan DPR.
Dengan demikian, DPR lah yg berkuasa membentuk UU, sedangkan Presiden hanya berhak mengajukan RUU.
Namun demikian kekuasaan tersebut dibatasi karena setiap RUU yang diinisiatifi oleh DPR maupun presiden harus dibahas dulu dan disetujui bersama DPR dan Presiden.
Dengan adanya pembahasan bersama maka kekuasaan DPR dlm membentuk UU dapat dihindari kesewenangan DPR.
Selanjutnya setelah RUU tsb disetujui bersama, maka disahkan oleh presiden (Pasal 20 ayat 4)
Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan (Pasal 20 ayat 5). Contoh Undang-Undang tentang Pembentukan Provinsi Riau Kepulauan, yang merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat, sudah dibahas dan disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, namun tidak disahkan oleh Presiden, dan setelah batas waktu 30 hari diberlakukan. Disini nampaknya ada nuansa politiknya.
Apapun alasannya hukum adalah produk politik berupa peraturan peraturan perundang-undangan. Untuk itu pengaruh politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan lokal dan global, birokrasi serta kepentingan keseimbangan kekuasaan.
Penjelasan: Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Provinsi Riau Kepulauan merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat, dan dalam prosesnya terdapat perbedaan pendapat dan pendekatan antara DPR, Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang terkait, khususnya Kabupaten Natunayang menolak bergabung menjadi Provisni Riau Kepulauan, bahkan memunculkan polemik di daerah dan penolakan dari Gubernur dan DPRD Provinsi Riau. Dalam pembahasan di DPR, Pemerintah berpendapat bahwa inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk Provinsi Riau Kepulauan prosesnya tidak mendasarkan atau tidak sesuai dengan tata cara dan persyaratan pembentukan daerah otonom (PP 29/1999), diantaranya tidak ada persetujuan dan usul tertulis dari Gubernur Riau dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat berpendapat usulan tersebut sesuai dengan aspirasi masyarakat yang didasarkan usul Bupati dan Walikota terkait bersama DPRDnya, diluar Kabuaten Natuna.
Disisi lain, DPR menyatakan bahwa usul pemebentukan Provinsi Riau Kepulauan adalah merupakan INISIATIF DPR dan sesuai dengan UUD 45 bahwa kekuasaan membentuk Undang-Undang ada ditangan DPR, dan ironisnya terbesit penegasan bahwa DPR tidak terikat pada PP 29/1999. Dengan demikian, ada unsur kekuatan politik dan bias pemahaman terhadap kekuasaan membentuk Undang-Undang, dan mempengaruhi proses dan prosedur pembentukan Undang-Undang tentang Pembentukan Provinsi Riau Kepulauan. Dengan pengertian lain, pendekatannya mengutamakan kepentingan politis (pemenuhan janji Dewan Perwakilan Rakyat kepada masyarakat). Pembahasan berlanjut dengan menghasilkan kesepakatan dan persetujuan bersama yang dilakukan berdasarkan kompromi atau bargaining politik yang cenderung mengakomodir kepentingan politik.
b. Lembaga pembentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU):
Pasal 5 ayat (2) UUD RI 1945 memberikan kewenangan kepada presiden menetapkan PP untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.
Yang dimaksud dgn sebagaimana mestinya adalah muatan materi yg diatur dlm PP tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam UU yg bersangkutan.
Dalam kewenangan membentuk PP atas perintah UU presiden tidak memiliki diskresi untuk mengatur muatan materi pelaksanaan diluar yg diperintahkan atau mengatur hal-hal yang baru.
Mengingat jangkauan muatan materi Peraturan Pemerintah tidak mungkin mengatur hal-hal teknis pelaksanaan yang harus dilaksanakan oleh Presiden di dalam menyelenggarakan pemerintahan, maka sepanjang tidak bertentangan atau tidak mengatur hal-hal baru diluar yang telah ditentukan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dimungkinkan dapat memberikan perintah atau mendelegasikan materi muatan tertentu yang bersifat teknis pelaksanaan untuk diatur dan ditetapkan dengan :
Peraturan Presiden atau Peraturan Perundang-undangan lain.
Kepada Menteri/ Pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang, dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan, Peraturan Pemerintah
Juga dapat memberikan perintah atau mendelegasikan muatan materi tertentu kepada Pemerintahan Daerah, untuk diatur dengan Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menegaskan bahwa Peraturan Presiden 11 adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan oleh Presiden untuk melaksanakan muatan materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau melaksanakan Peraturan Pemerintah. Peraturan Presiden berisi muatan materi yang mengatur pelaksanaan dan/atau mengatur hal-hal teknis sebagai penjabaran dari Peraturan Perundangundangan yang memerintahkan.
Peraturan Presiden juga dapat memerintahkan atau mendelegasikan muatan materi tertentu yang bersifat teknis operasional kepada Menteri atau pejabat yang diberi wewenang dan/atau kepada Pemerintahan Daerah. Contoh: Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional, menindaklanjuti atau melaksanakan perintah langsung pasal 16 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
Perda dibentuk oleh pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerahnya. Hal ini datur dalam Pasal 18 ayat 6 UUD RI 1945
Bunyi Pasal tersebut sebagai berikut “pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan”
Rumusan Pemerintahan Daerah menurut pasal ini membingungkan, karena secara umum pengertian pemerintahan daerah adalah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, bukan lembaga.
Nampaknya, perumus Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 memberikan pengertian pemerintahan daerah sama dengan pengertian pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu Pemerintahan Daerah adalah Dewan Pewakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah.
Walapun pengertian pemerintahan daerah menjadi ganjalan, maka solusi untuk mengurangi ganjalan dimaksud, pengertian pemerintahan daerah ditegaskan dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa ”Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah…”.
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menjelaskan bahwa Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Secara eksplisit pasal 1 angka 7 ini menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga yang memiliki kekuasaan untuk membentuk Perda.
Dengan adanya kalimat dengan persetujuan bersama Kepala Daerah secara implisit mengandung makna bahwa lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat diartikan memiliki fungsi legislasi yang sebangun dengan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Yang harus dipahami bersama, bahwa pengertian sebangun disini harus dipahami tidak mengandung makna bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah kepanjangan tangan atau memiliki hirarki dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Dengan demikian dalam proses pembentukan Peraturan Daerah, tahapan proses dan prosedurnya dapat dilakukan dengan mempedomani ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tahapan proses dan prosedur pembentukan Undang-Undang
Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004, menjelaskan bahwa terdapat jenis Peraturan Perundang-undangan lain diluar hirarki Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
Peraturan peraturan perundang-undnagan yang dimaksud sebagai berikut :
1) Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat
2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
3) Peraturan Dewan Perwakilan Daerah
4) Peraturan Mahkamah Agung,
5) Peraturan Mahkamah Konstitusi
6) Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan
7) Peraturan Gubernur Bank Indonesia,
8) Peraturan Menteri
9) Peraturan Kepala Badan
10) Peraturan Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
11) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
12) Peraturan Gubernur
13) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
14) Peraturan Bupati
15) Peraturan Walikota,
16) Peraturan Kepala Desa atau yang setingkat.
Disini berkaitan dengan lembaga atau pejabat yg diberi kekuasaan
atau kewenangan menetapkan atau mengeluarkan peraturan sesuai dengan
hirarki peraturan perUUan
Kekuasaan dan kewenangan dalam membentuk Perpu diatur pada pasal 22 ayat 1 UUD RI 1945)
Bunyi pasal tersebut sebagai berikuti “dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu (ayat 1).
Perpu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut (ayat 2).
Jika tidak mendapat persetujuan maka Perpu itu harus dicabut (ayat 3)
Batas waktu pemberlakuan Perpu singkat dan harus diajukan kepada DPR dalam bentuk RUU untuk dibahas ssuai dengan mekanisme pembahasan RUU. Karena kebutuhan yang sangat mendesak, proses pembahasan di DPR dilakukan sangat cepat, dalam hal ini DPR hanya menolak dan menerima.
Sebagaimana diketahui bahwa syarat adanya Perpu adalah adanya situasi kegentingan memaksa.
Dewasa ini belum ada kriteria atau ukuran baku untuk menetapkan kegentingan memaksa seperti keadaan perang, bencana alam nasional terorisme dan pemberontakan yang berakibat luas dan mengganggu kehidupan rakyat dan keutuhan NKRI.
Pengertian kegentingan memaksa sekarang ini tidak jelas dan ditafsirkan sangat luas dan penetapannya dilakukan oleh presiden.
Contoh Perpu menjadi UU yaitu Perpu No. 1 tahun 2004 (Perpu pertambangan di hutan lindung) kemudian disahkan menjadi UU No. 19 tahun 2004
Kekuasaan dan kewenangan dalam membentuk Perpu diatur pada pasal 22 ayat 1 UUD RI 1945)
Bunyi pasal tersebut sebagai berikuti “dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu (ayat 1).
Perpu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut (ayat 2).
Jika tidak mendapat persetujuan maka Perpu itu harus dicabut (ayat 3)
Batas waktu pemberlakuan Perpu singkat dan harus diajukan kepada DPR dalam bentuk RUU untuk dibahas ssuai dengan mekanisme pembahasan RUU. Karena kebutuhan yang sangat mendesak, proses pembahasan di DPR dilakukan sangat cepat, dalam hal ini DPR hanya menolak dan menerima.
Sebagaimana diketahui bahwa syarat adanya Perpu adalah adanya situasi kegentingan memaksa.
Dewasa ini belum ada kriteria atau ukuran baku untuk menetapkan kegentingan memaksa seperti keadaan perang, bencana alam nasional terorisme dan pemberontakan yang berakibat luas dan mengganggu kehidupan rakyat dan keutuhan NKRI.
Pengertian kegentingan memaksa sekarang ini tidak jelas dan ditafsirkan sangat luas dan penetapannya dilakukan oleh presiden.
Contoh Perpu menjadi UU yaitu Perpu No. 1 tahun 2004 (Perpu pertambangan di hutan lindung) kemudian disahkan menjadi UU No. 19 tahun 2004
c. Lembaga Pembentun Peraturan Pemerintah:
Pasal 5 ayat (2) UUD RI 1945 memberikan kewenangan kepada presiden menetapkan PP untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.
Yang dimaksud dgn sebagaimana mestinya adalah muatan materi yg diatur dlm PP tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam UU yg bersangkutan.
Dalam kewenangan membentuk PP atas perintah UU presiden tidak memiliki diskresi untuk mengatur muatan materi pelaksanaan diluar yg diperintahkan atau mengatur hal-hal yang baru.
Mengingat jangkauan muatan materi Peraturan Pemerintah tidak mungkin mengatur hal-hal teknis pelaksanaan yang harus dilaksanakan oleh Presiden di dalam menyelenggarakan pemerintahan, maka sepanjang tidak bertentangan atau tidak mengatur hal-hal baru diluar yang telah ditentukan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dimungkinkan dapat memberikan perintah atau mendelegasikan materi muatan tertentu yang bersifat teknis pelaksanaan untuk diatur dan ditetapkan dengan :
Peraturan Presiden atau Peraturan Perundang-undangan lain.
Kepada Menteri/ Pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang, dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan, Peraturan Pemerintah
Juga dapat memberikan perintah atau mendelegasikan muatan materi tertentu kepada Pemerintahan Daerah, untuk diatur dengan Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah.
d. Lembaga Pembentuk Peraturan Presiden:
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menegaskan bahwa Peraturan Presiden 11 adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan oleh Presiden untuk melaksanakan muatan materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau melaksanakan Peraturan Pemerintah. Peraturan Presiden berisi muatan materi yang mengatur pelaksanaan dan/atau mengatur hal-hal teknis sebagai penjabaran dari Peraturan Perundangundangan yang memerintahkan.
Peraturan Presiden juga dapat memerintahkan atau mendelegasikan muatan materi tertentu yang bersifat teknis operasional kepada Menteri atau pejabat yang diberi wewenang dan/atau kepada Pemerintahan Daerah. Contoh: Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional, menindaklanjuti atau melaksanakan perintah langsung pasal 16 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
Spoiler for e. Lembaga Pembentuk Peraturan Daerah:
Perda dibentuk oleh pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerahnya. Hal ini datur dalam Pasal 18 ayat 6 UUD RI 1945
Bunyi Pasal tersebut sebagai berikut “pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan”
Rumusan Pemerintahan Daerah menurut pasal ini membingungkan, karena secara umum pengertian pemerintahan daerah adalah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, bukan lembaga.
Nampaknya, perumus Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 memberikan pengertian pemerintahan daerah sama dengan pengertian pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu Pemerintahan Daerah adalah Dewan Pewakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah.
Walapun pengertian pemerintahan daerah menjadi ganjalan, maka solusi untuk mengurangi ganjalan dimaksud, pengertian pemerintahan daerah ditegaskan dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa ”Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah…”.
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menjelaskan bahwa Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Secara eksplisit pasal 1 angka 7 ini menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga yang memiliki kekuasaan untuk membentuk Perda.
Dengan adanya kalimat dengan persetujuan bersama Kepala Daerah secara implisit mengandung makna bahwa lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat diartikan memiliki fungsi legislasi yang sebangun dengan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Yang harus dipahami bersama, bahwa pengertian sebangun disini harus dipahami tidak mengandung makna bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah kepanjangan tangan atau memiliki hirarki dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Dengan demikian dalam proses pembentukan Peraturan Daerah, tahapan proses dan prosedurnya dapat dilakukan dengan mempedomani ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tahapan proses dan prosedur pembentukan Undang-Undang
Spoiler for f. Lembaga Pembentuk Peraturan Peraturan perundang-undangan Diluar Hirarki:
Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004, menjelaskan bahwa terdapat jenis Peraturan Perundang-undangan lain diluar hirarki Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
Peraturan peraturan perundang-undnagan yang dimaksud sebagai berikut :
1) Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat
2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
3) Peraturan Dewan Perwakilan Daerah
4) Peraturan Mahkamah Agung,
5) Peraturan Mahkamah Konstitusi
6) Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan
7) Peraturan Gubernur Bank Indonesia,
8) Peraturan Menteri
9) Peraturan Kepala Badan
10) Peraturan Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
11) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
12) Peraturan Gubernur
13) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
14) Peraturan Bupati
15) Peraturan Walikota,
16) Peraturan Kepala Desa atau yang setingkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar