Minggu, 28 Januari 2024

Omnibus Law Solusi Tepat Atasi Pengangguran

 

Omnibus Law Solusi Tepat Atasi Pengangguran


Pemerintah saat ini sedang menyiapkan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja dan Omnibus Law Perpajakan. Undang-undang sapu jagat itu diharapkan mampu memacu perekonomian Indonesia.

Lantas apakah Omnibus Law mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia, di tengah ancaman badai PHK dan gelombang pengangguran seperti yang tengah terjadi saat ini?

Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Al Bara menangkap tujuan besar dari rencana pemerintah membuat omnibus law RUU Cipta Kerja. Al Bara menilai RUU Cipta Kerja dibuat untuk kalangan pengangguran.

"Tingginya angka pengangguran mau tidak mau harus ditekan. Saya kira Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini tujukan untuk itu," kata Al Bara saat menjadi pembicara di acara Diskusi Lintas Media yang digelar di Hotel Le Polonia, Medan, Jumat (6/3/2020).

Al Bara mengatakan solusi untuk menekan jumlah pengangguran adalah dengan mendatangkan investasi. Dengan investasi, kata Al Bara, lapangan kerja baru yang bisa menyerap tenaga kerja yang selama ini belum terperhatikan maksimal.

"Iklim investasi harus diperbarui. Banyak investor yang tidak jadi berinvestasi lantaran rumitnya regulasi perizinan," kata Al Bara.

Al Bara berharap dengan adanya Omnibus Law RUU Cipta Kerja masalah tumpang tindih regulasi bisa diselesaikan. Sehingga tujuan besar dari RUU tersebut bisa terimplementasikan.
 

 

Sementara itu, pengamat ekonomi lainnya yakni Gunawan Benjamin menilai buruknya iklim investasi di Indonesia mempengaruhi stagnannya pertumbuhan ekonomi. Menurutnya investasi menjadi komponen penting yang berkontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi suatu negara.

"Harus diakui negara-negara maju memang mempermudah investasi. Kalau kita mau negara kita ini maju ya harus terbuka terhadap investasi, tidak membuat rumit perizinan," kata Dosen Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara ini.

Gunawan menyebut RUU Cipta Kerja merupakan cara Pemerintah mengatasi buruknya penataan regulasi perinzinan usaha. Gunawan meyakini jika masalah regulasi perizinan ini bisa teratasi dengan Omnibus Law maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai di atas 5 persen.

"Saya yakin jika RUU ini tembus dan bisa terimplementasikan dengan baik maka seminimal-minimalnya pertumbuhan ekonomi kita di atas 5 persen," kata Gunawan.

Pemerintah bersama DPR RI saat ini tengah menggodok Omnibus Law RUU Cipta Kerja. RUU ini akan menyederhanakan 74 UU. Pemerintah menargetkan proses perundang-undangan RUU Cipta Kerja bisa selesai dalam 100 hari masa kerja.

 

Omnibus Law Cipta Kerja Miliki Perspektif Equal Social Welfere

 

Omnibus Law Cipta Kerja Miliki Perspektif Equal Social Welfere

Omnibus Law jangan sampai disalah artikan hingga membuat aksi massa, kita harus tahu bahwa Omninbus Law Cipta Kerja memiliki perspektif equal social welfare alias kesetaraan kesejahteraan sosial. Omnibus Law ini maknanya adalah “untuk segalanya” terkait suatu produk regulasi perundangan.


Tujuan pemerintah melakukan revolusi hukum tentang cipta kerja ini haruslah dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan ekonomi dan menciptakan pertumbuhan investasi secara masif.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai, Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan membawa pengaruh positif kepada perkembangan ekonomi Indonesia.

Sebelumnya, RUU Cipta Kerja merupakan usulan prioritas dari pemerintahan Joko Widodo di periode kedua. Melalui omnibus law ini Jokowi ingin memangkas dan menyederhanakan peraturan untuk menarik investasi asing.

Dalam omnibus law pemerintah hendak menyelaraskan 1.244 pasal dari 79 undang-undang ke dalam RUU yang awalnya bernama Cipta Lapangan Kerja. Sehingga tidak ada lagi tumpang tindih regulasi yang terkesan rumit.

Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengatakan sejalan dengan pemerintah, Kementerian ATR/BPN tengah ikut menyusun Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
 

 

Dirinya mengungkapkan dengan adanya Omnibus Law Cipta Kerja, maka perekonomian di dunia akan menjadi lebih cerah, selain itu tingkat pengangguran juga akan berkurang, karena penanaman modal dari investor akan melahirkan lapangan kerja baru.

Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus law cipta kerja akan membuka peluang investasi di sektor pertanian dan bisa berdampak positif bagi petani. Felippa menjelaskan sesuai tujuannya RUU Cipta Kerja menghapus peraturan-peraturan yang selama ini dinilai meemberatkan masuknya investasi.

Menurut Asian Development Bank, Investasi pertanian di Indonesia masih kebanyakan berasal dari kelompok petani sendiri, sementara nilai investasi swasta masih sangat rendah. Total investasi asing hanya 0,01 persen dari total investasi swasta yang dikucurkan untuk pertanian.

Menurutnya, peraturan yang selama ini berlaku dinilai tidak ramah terhadap masuknya investasi di sektor pertanian, salah satunya di subsektor hortikultura.

UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura di Pasal 33 dinilai membatasi penggunaan sarana hortikultura dari luar negeri dan mensyaratkan keharusan untuk mengutamakan sarana yang mengandung komponen hasil produksi dalam negeri.

Pasal 100 di undang-undang yang sama pun membatasi penanaman modal asing hanya untuk usaha besar hortikultura dengan jumlah modal paling besar 30 persen. Penanam modal asing juga wajib menempatkan dana di bank dalam negeri sebesar kepemilikan modalnya.

Persyaratan dalam peraturan-peraturan ini tentunya membuat investor berpikir 2 kali untuk masuk ke subsektor hortikultura Indonesia.           

Selain mengundang investor, RUU Cipta Kerja juga mempermudah perizinan usaha yang sebelumnya harus melewati lapisan birokrasi yang berlipat-lipat, dari meminta rekomendasi Menteri Pertanian dulu untuk kemudian meminta izin menteri perdagangan.

Dengan Omnibus law cipta kerja, proses tersebut disederhanakan menjadi satu perizinan berusaha dari pemerintah pusat.

Selain memungkinkan masuknya investasi, masalah perbenihan juga dibahas dalam RUU tersebut. Felippa menjelaskan selama ini distribusi benih sangatlah dibatasi, sehingga petani seringkali kesusahan mengakses benih yang bermutu.

Kita tentu mengetahui bahwa regulasi di Indonesia memiliki berbagai atap dan pintu, sekalipun untuk mendapatkan pelayanan di satu atap, tapi ternyata masih ada beberapa pintu yang harus dilewati.

Sebelumnya, pada pasal 63 dalam UU nomor 13 tahun 2010 tentang hortikultura membatasi pemasukan benih hanya ketika benih tersebut tidak dapat diproduksi dalam negeri atau jika kebutuhan dalam negeri belum tercukupi dan itu harus melalui proses perizinan yang rumit.

Peraturan yang terkesan berbelit itu lantas direvisi dalam RUU Cipta Kerja sehingga proses pemasukan dan pengeluaran benih bisa semakin mudah.

Omnibus law yang akan digulirkan oleh pemerintah bertujuan untuk menyederhanakan regulasi dari berbagai peraturan yang banyak dan tumpang tindih, 

RUU Omnibus Law Cipta Kerja, bisa dikatakan sebagai undang-undang yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang berkaitan dengan regulasi, utamanya regulasi tentang kesejahteraan buruh dan regulasi tentang proses perizinan bagi investor atau penanam modal. 

 

Pentingnya Omnibus Law untuk menyesuaikan kebutuhan pasar kerja di era industri 4.0

 industri 4.0


PEMERINTAH telah mendorong draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR. Peraturan tersebut diyakini mampu mempermudah investasi guna memajukan ekonomi Indonesia.

Indonesia tengah diuji dengan berbagai permasalahan ekonomi, apalagi dengan adanya pandemi covid-19, daya beli masyarakat secara umum mengalami penurunan yang cukup signifikan, beberapa industri pun terpaksa mengurangi jumlah produksi dan juga merumahkan karyawannya.

Untuk kembali bangkit dari segala permasalahan ini, tentu saja perlu adanya regulasi yang dapat menjami kemudahan investor untuk menanam modal dan kemudahan bagi para pencari kerja. Pemerintah telah merumuskan hal tersebut kedalam RUU Omnibus Law.

Dalam bahasa latin yang berarti for everything, omnibus law memiliki konsep seperti pepatah, sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.

Omnibus Law memiliki keunggulan yakni kepraktisan dalam mengoreksi banyak regulasi yang bermasalah. Pendekatan omnibus law juga bisa mejadi solusi atas adanya tumpang tindih regulasi di Indonesia. Baik dalam hubungan hierarki sejajar horizontal maupun vertikal.
 

 

Saat ini pemerintah tengah meggadang-gadang RUU Omnibus Law yang sudah terdaftar di Balai Legislasi (Baleg) yakni Omnibus Law Cipta Kerja yang memuat regulasi terkait dengan penyederhanaan birokrasi terkait perizinan usaha dan jaminan kepada para buruh seperti jaminan kehilangan pekerjaan.

Jika nanti omnibus law cipta kerja diterapkan, maka akan ada 3 manfaat yang akan didapat, yakni merapikan tumpang tindihnya regulasi perundang-undangan, efisiensi proses perubahan dan yang terakhir meniadakan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Kita juga harus sadar bahwa saat ini Indonesia telah masuk pada era industri 4.0. Sehingga undang-undang ketenagakerjaan dengan pola tahun 2003 tentu berbeda dengan tahun 2020.

RUU Omnibus Law Cipta Kerja dimunculkan dalam rangka menyesuaikan kebutuhan pasar kerja di era industri 4.0 dan ini memang diperlukan.

Kerangka dan prinsip undang-undang ketenagakerjaa saat ini, memang perlu penyesuaian mengingat rentang waktu yang sudah terlalu lama dan kondisi perekonomian dunia yang sudah banyak berubah.

Meski demikian, jangan dibayangkan bahwa RUU cipta kerja akan menganut sistem free labour market seperti yang diterapkan oleh Amerika Serikat, dimana sistem tersebut sangat mudah merekrut dan memecat tenaga kerja.

Dalam hal ini, Indonesia tentu tidak akan se-ekstrem itu, salah satu buktinya adalah dengan adanya jaminan phk dan jaminan untuk bisa mendapatkan pelatihan kerja untuk kemudian dapat mendapatkan pekerjaan kembali.

Era industri 4.0 menuntut segalanya menjadi efektif dan efisien, artinya hal ini menuntut kecepatan dalam birokrasi dan proses perizinan.

Adanya regulasi yang tumpang tindih di daerah tentu berpotensi menghambat investasi. Tentu saja hal ini harus disederhanakan melalui undang-undang omnibus law.

Secara prinsip, RUU Omnibus Law Cipta kerja ini memang diperlukan agar dunia usaha, tenaga kerja dan investasi dapat bekerja lebih efektif.

Penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta kerja tentu dapat dimaklumi, hal ini wajar karena ketika ada kebijakan ekonomi yang sifatnya baru pasti akan menimbulkan ekses.

Ekses itu memang ada, namun secara prinsip dan kebutuhan di era yang berbeda, RUU Omnibus Law Cipta Kerja memang patut diperjuangkan agar sah menjadi undang-undang. Apalagi kondisi ekonomi negara di dunia saat ini sedang terpuruk.

Oleh karena itu, setelah pandemi ini berakhir, tentu saja dibutuhkan semacam akselerasi atau percepatan dalam meningkatkan perekonomian nasional.

Pengamat Ekonomi Gunawan Benjamin menilai, buruknya iklim investasi di Indonesia dapat mempengaruhi stagnannya pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, investasi menjadi komponen penting yang berkontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Gunawan menyebutkan, RUU Cipta Kerja merupakan salah satu strategi Pemerintah dalam mengatasi buruknya penataan regulasi perizinan usaha.

Dirinya juga meyakini, jika masalah regulasi perizinan ini bisa teratasi dengan Omnibus Law Cipta Kerja, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai diatas 5%.

Selain masalaha perizinan dalam memulai usaha,  Indonesia juga masih dihantui dengan mahalnya biaya untuk memulai usaha, tingkat pendidikan pekerja yang rendah, pasar tenaga kerja yang tidak kondusif dan rendahnya tingkat inovasi.

Tentunya birokrasi yang mengular atau berbelit-belit haruslah dipangkas, RUU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan strategi pemerintah untuk menjamin kemudahan dalam berusaha dan kemudahan dalam mencari kerja.


Sumber  : 
http://www.omnibusrakyat.com/2020/04...dustri-40.html
 

Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dinilai Jadi Solusi Pascakrisis COVID-19

 

Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dinilai Jadi Solusi Pascakrisis COVID-19


Pakar ekonomi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Aldrin Herwany PhD menilai, Omnibus Law RUU Cipta Kerja dapat menjadi solusi pascakrisis kesehatan akibat pandemi virus Corona (COVID-19).

Hal itu disampaikan Aldrin dalam seminar dalam jaringan (online) yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat Kelompok Kerja (Pokja) Gedung Sate dengan tema "Aspirasi untuk RUU Cipta Kerja dalam Membangun Kembali Sektor Ketenagakerjaan, Industri, dan UMKM Pascapandemi Covid-19" di Bandung, Kamis (7/5/2020).

"Apabila nanti diterapkan, Omnibus Law ini tentu lebih fleksibel untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan pascamasa abnormal dan krisis seperti saat ini," ujarnya.

Menurutnya, prinsip RUU Cipta Kerja yang bertujuan mempermudah, mempercepat, dan menghilangkan kerumitaninvestasi sangat tepat diterapkan untuk mengantisipasi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19.

"Banyak aturan dan regulasi yang tumpang tindih selama ini yang membuat kecepatan realisasi investasi kita terhambat baik di pusat atau daerah. Ini tidak bisa lagi terjadi karena ekonomi kita sudah terpukul karena pandemi," tegasnya.

Padahal, kata Aldrin, kemudahan investasi dan kepastian berbisnis menjadi hal yang paling dicari oleh para investor setelah masa krisis berakhir. Sementara, sebelum pandemi COVID-19 pun, Indonesia dinilainya masih masih tertinggal dan tidak kompetitif.

"Dalam pemeringkatan Ease of Doing Business (EoDB) atau kemudahan berinvestasi, kita ada di peringkat 73. Ini di ASEAN kita ketiga terendah, hanya di atas Filipina dan Myanmar," paparnya.

Kesulitan investasi di Indonesia, lanjut Aldrin, terjadi karena tumpang tindih antara aturan pemerintah pusat, daerah, hingga kementerian yang menyebabkan perizinan bisnis sangat sulit didapatkan calon investor.
 
 

 

 

"Dalam kemudahan mendapatkan perizinan, Indonesia bahkan paling bontot di ASEAN. Makanya, payung Omnibus Law yang sifatnya sapu jagat membasmi aturan tumpang tindih, ini bisa menyelesaikan masalah ini," jelasnya.

Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Bandung ini juga menilai, saat krisis seperti ini sebagai momentum yang tepat untuk mengimplementasikan Omnibus Law.

"Kalau ada payung hukum yang tumpang tindih setelah krisis, ini bisa diselesaikan kalau ada Omnibus Law. Omnibus Law ini dapat momen di saat-saat krisis seperti ini," katanya.

Senada dengan Aldrin, pakar ketenagakerjaan dari Indonesian Consultant at Law (IClaw), Hemasari Dharmabumi mengatakan, tuntutan masyarakat terhadap lapangan pekerjaan akan sangat tinggi pascapandemi COVID-19.

"Akan muncul keinginan dari masyarakat sendiri terhadap lapangan kerja. Masyarakat di masa pascapandemi akan menuntut pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Pemerintah perlu untuk segera mengetok palu RUU Cipta Kerja," tegas Hemasari.

 

Masih bingung, Apa Itu Omnibus Law ?

 

Omnibus law ini sejatinya lebih banyak kaitannya dalam bidang kerja pemerintah di bidang ekonomi. Yang paling sering jadi polemik, yakni ombinibus law di sektor ketenagakerjaan yakni UU Cipta Lapangan kerja.

Sebagaimana bahasa hukum lainnya, omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak. Artinya, omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU sapujagat. Ada tiga hal yang disasar pemerintah, yakni UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM.

Dukungan atas penerapan Omnibus Law kian santer terdengar semenjak diserahkannya draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut diserahkan kepada DPR RI . Pasalnya, banyak pihak sadar akan pentingnya terobosan ini guna mengatasi masalah ekonomi yang saat ini masih tumpang tindih dan kurang tertata.

Masyarakat kini sangat menanti keputusan DPR atas RUU Omnibus Law. Skema tersebut diyakini sebagai jalan penyelesaian izin dan aturan yang tumpang tindih di Indonesia sehingga para investor tak perlu takut untuk menanamkan modal kepada Indonesia. Tak hanya disebut mampu meringkas dan merevisi keruwetan aturan, namun juga memberikan dampak positif dan menjadi solusi untuk transformasi ekonomi Indonesia.

Setidaknya telah diidentifikasi (tentatif) lebih kurang 79 UU dan 1.229 pasal yang bakal terus dimatangkan oleh Pemerintah dan menjadi Program Legislasi Nasional(Prolegnas) tahun 2020. Angka ini ditengarai masih mungkin untuk berubah, menyesuaikan dengan hasil pembahasan bersama Kementerian dan juga Instansi terkait.

Kini masyarakat yang kian menyadari akan manfaat dengan diterapkannya RUU Omnibus Law. Salah satunya ialah, mampu menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan. Selain itu, RUU ini dinilai akan menjadi efisiensi proses perubahan atau pencabutan peraturan perundang-undangan. Tak hanya di satu sektor, Omnibus Law bisa menaungi segala aspek UU atau aturan di Nusantara. Misalnya, pendidikan, ekonomi, investasi, hingga kelautan.

Sebagai Pengusaha Muda, Sandiaga Salahuddin Uno meyakini arah kebijakan ekonomi nasional yang dilakukan pemerintah sudah tepat. Konsep omnibus law di harapkan mampu mendorong realisasi percepatan investasi. Dengan investasi yang kondusif maka dapat menggerakkan dunia usaha yang secara tidak langsung mampu mendongkrak perekonomian bangsa.

Sandiaga Uno juga menyakini bahwa percepatan transformasi ekonomi dari pusat produksi ke distribusi akan menggairahkan pelaku usaha kecil menengah. “Sehingga iklim dunia usaha semakin kondusif dan hal ini akan merangsang pelaku usaha untuk lebih berkembang”, ujarnya.


Apa itu Omnibus Law

 





 

Mengapa Perlu Omnibus Law ?

 

Presiden Joko Widodo  mengumumkan sebuah gebrakan tidak biasa pada awal pemerintahannya. Gebrakan yang disampaikan dalam pidato Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024 di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, 20 Oktober 2019, adalah deregulasi secara besar-besaran melalui penerbitan omnibus law yang kemudian disebut juga sebagai undang-undang sapu jagat.

"Segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong, harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar. Yang pertama, Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Yang kedua, Undang-Undang Pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Masing-masing akan menjadi omnibus law, yaitu satu undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa undang-undang, bahkan puluhan undang-undang," tegas Kepala Negara.

"Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan undang-undang yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi sekaligus," sambungnya. Menindaklanjuti itu, Pemerintah pun langsung bergerak cepat melakukan pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tiga bulan berselang, pada 22 Januari 2020, DPR melalui sidang paripurna telah mengesahkan 50 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, di mana empat di antaranya merupakan omnibus law.


Kefarmasian, RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Ibu Kota Negara. Dari empat RUU omnibus law, Pemerintah menyebut telah menyelesaikan dua draf RUU, yakni Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, draf RUU Cipta Lapangan Kerja akan segera diserahkan ke DPR pada akhir pekan pertama Februari 2020. Sementara RUU Perpajakan, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, telah diserahkan oleh pihaknya ke DPR.




Omnibus Law

Istilah omnibus law sendiri mungkin masih terdengar asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut Kamus Hukum Merriam-Webster, istilah omnibus law berasal dari omnibus bill, yakni UU yang mencakup berbagai isu atau topik, di mana kata "omnibus" berasal dari bahasa Latin yang berarti "segalanya".

Sederhananya, omnibus law adalah penyederhanaan sejumlah regulasi yang dinilai begitu panjang, berbelit, dan tumpang tindih, menjadi satu regulasi untuk mengatur semuanya. Bukan tanpa sebab Pemerintah memutuskan untuk menerbitkan omnibus law. Sejak jauh hari, Presiden Joko Widodo sendiri sering kali mengeluhkan banyaknya peraturan di Indonesia yang berimbas pada terhambatnya investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, serta berkembanganya UMKM.

"Ada 42.000 aturan, baik itu UU, PP (Peraturan Pemerintah), Perpres (Peraturan Presiden), Keppres (Keputusan Presiden), Permen (peraturan Menteri). Baik Pergub (Peraturan Gubernur), (Peraturan) Wali Kota, (Peraturan) Bupati, 42.000, banyak tumpang tindih," ungkap Presiden dalam penutupan Rembuk Nasional 2017 di Jakarta, 23 Oktober 2017.

Belum lagi data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) per November 2019 menyebutkan bahwa ditemukan 190 kasus investasi terhambat akibat sejumlah permasalahan, di mana nilai investasi tersebut mencapai Rp708 triliun dari 24 perusahaan. "Sebanyak 32,6% disebabkan masalah perizinan, 17,3% masalah pengadaan lahan, dan 15,2% masalah regulasi," ungkap Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Dengan demikian, setidaknya ada tiga manfaat dari penerbitan omnibus law, yakni menghilangkan tumpang tindih antarperaturan perundang-undangan, efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan, dan menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Kembali ke dua RUU omnibus law yang drafnya sudah rampung. Pemerintah mengungkapkan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja akan merevisi sebanyak 79 UU dan 1.244 pasal yang mencakup 11 klaster.'

Kesebelas klaster tersebut antara lain penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi; pengadaan lahan; investasi dan proyek pemerintah; dan kawasan ekonomi.

Sementara untuk RUU Perpajakan akan merevisi 7 UU dan 28 pasal yang mencakup 6 klaster, yakni pendanaan investasi, sistem teritori, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan iklim berusaha, dan fasilitas.

Dalam penyusunannya, Pemerintah tidak bekerja sendiri. Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia digandeng Pemerintah untuk berpartisipasi dalam penyusunan dan konsultasi publik omnibus law melalui pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Bersama yang dipimpin oleh Ketua Umum KADIN, dengan anggota berasal dari unsur kementerian, lembaga, KADIN, pemerintah daerah, serta akademisi.

Sehingga, diharapkan dengan adanya omnibus law, khususnya Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan, dapat meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif, meningkatkan kepastian hukum dan mendorong minat warga negara asing bekerja di Indonesia sehingga terjadi alih keahlian, mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak, dan menyelesaikan tumpang tindih perundang-undangan di Indonesia.


"Itu (omnibus law) diharapkan akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 6 persen dalam kurun waktu 2020-2024," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.


Sumber  : 
http://www.omnibusrakyat.com/2020/05/mengapa-perlu-omnibus-law.html

 

 





 

Omnibus Law Menurut Perspektif Pemerintah

 

Istilah omnibus law memang agak terdengar asing ditelinga kita masyarakat Indonesia, jangankan masyarakat biasa, mahasiswa jurusan hukum-pun juga tidak begitu familiar dengan istilah ini, bahkan mungkin ada yang tidak pernah mendengarnya sama sekali. 

Kalau bicara soal peraturan perundang-undangan, sistem hukum di Indonesia menganut sistem hierarki peraturan perundang-undangan yang memiliki arti bahwa peraturan perundang-undangan disusun berdasarkan tingkatan dari atas ke bawah, maksudnya peraturan perundang-undangan yang dibawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berada diatasnya.

Apa saja hierarki peraturan perundang-undangan itu?

Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum. Oleh karena itu, setiap peraturan perundang-undangan yang disusun tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. 

Baca juga: Pancasila Sumber Segala Sumber Hukum Negara

Pancasila memiliki sifat yang abstrak, Pancasila diposisikan sebagai dasar dan ideologi negara yang tidak masuk kedalam kategori peraturan perundang-undangan.

Yang termasuk kategori peraturan perundang-undangan secara hierarki adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945
2. TAP MPR
3. Undang-Undang/Perpu
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah

Selain itu, peraturan menteri, peraturan kepala lembaga dan peraturan setingkat lainnya termasuk juga kedalam hierarki peraturan perundang-undangan.

Omnibus Law

Secara harfiah kata omnibus berasal dari bahasa latin yaitu omnis yang berarti banyak. jika "omnibus" disandingkan dengan "law", maka omnibus law mempunyai arti "suatu peraturan (undang-undang) yang memuat beragam substansi sektor bidang yang keberadaannya dapat mencabut beragam peraturan".

Jika konsep omnibus law ini dibuat dalam bentuk undang-undang, maka peraturan perundang-undangan yang dapat dicabut oleh omnibus law ini adalah peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang berada dibawah undang-undang.

Omnibus law bukan bagian dari jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Omnibus law adalah sebuah konsep penggabungan beberapa substansi peraturan menjadi 1 peraturan.

Jika biasanya peraturan perundang-undangan dibuat berdasarkan persektor bidang tertentu misal undang-undang ketenagakerjaan, maka konsep omnibus law mencakup hal yang lebih luas lagi misal undang-undang cipta kerja selain mengatur soal ketenagakerjaan tetapi juga mengatur mengenai perizinan usaha dan investasi serta hal lain yang berkaitan dengan cipta kerja sebagaimana saat ini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI).

Istilah omnibus law pertama kali disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam pidato pertamanya usai dilantik sebagai Presiden untuk kedua kalinya pada bulan oktober 2019 silam. 

Saat itu Presiden Jokowi menyampaikan 5 pokok program kerja prioritas Pemerintah periode 2019 s.d 2024 yang terdiri dari; 1) Pembangunan sumber daya manusia, 2) Pembangunan Infrastruktur, 3) Penyederhanaan segala bentuk kendala regulasi, 4) Penyederhanaan birokrasi, 5) Transformasi ekonomi.

Omnibus law masuk kedalam program prioritas jokowi angka 3 yaitu penyederhaan segala bentuk kendala regulasi. Omnibus law dinilai dapat menjadi solusi sehubungan dengan banyaknya regulasi yang saling tumpang tindih, tidak harmonis atau tidak sinkron antara satu dengan yang lainnya.


Ada 2 Rancangan undang-undang yang diajukan Presiden Jokowi untuk mengatasi kendala regulasi yang dinilai berbelit-belit itu, 2 rancangan undang-undang itu adalah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dan Rancangan Undang-Undang Perpajakan. Omnibus law rencananya akan menyelaraskan kurang lebih 82 Undang-Undang dan 1.194 Pasal. 

Jika disimpulkan ada 2 hal yang menjadi alasan Pemerintah untuk menerbitkan undang-undang omnibus law yaitu 1) Terlalu banyak regulasi, 2) Indeks kualitas regulasi Indonesia rendah. Untuk mengatasi 2 hal itulah, maka Pemerintah berinisiatif menyusun undang-undang dengan konsep omnibus law.